Politik Upah Murah

Pemerintah dan DPR diminta melakukan tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan pekerja di Indonesia dengan membuat dan merevisi peraturan serta perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang berpihak kepada buruh dan pekerja.

Demikian pendapat yang disampaikan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB), Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yorrys Raweyai, serta Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Andi Nurpati, secara terpisah, di Jakarta, kemarin.

Sementara itu, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, politik upah murah yang diterapkan kalangan pengusaha tidak selayaknya diterapkan di Indonesia. Tindakan ini sama saja dengan eksploitasi manusia.

“Tentunya semua pihak tidak sepakat dengan politik yang mengeksploitasi para pekerja. Hal tersebut harus segera dihentikan,” ujar Agung Laksono saat membuka Seminar Nasional tentang “Politik Upah Murah” yang diselenggarakan KSPSI di Jakarta, kemarin.

Bagi pekerja, menurut Agung, upah layak merupakan hak yang harus diperoleh. Apalagi ini terkait sumbangsih yang tidak kecil dari pekerja dalam proses produksi dan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.

ARB sendiri mengapresiasi pelaksanaan peringatan Hari Buruh Internasional pada Selasa (1/5) yang berlangsung tertib di seluruh daerah. “Kita berterima kasih kepada buruh karena telah melaksanakan demo dengan damai. Pemerintah juga merespons dan memberikan tanggapan positif. Ini bagus sekali,” katanya.

Untuk itu, ARB meminta pemerintah dan DPR untuk segera memperbaiki peraturan dan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, khususnya merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“DPR diharapkan mau merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 itu. Dulu juga disusun merupakan hasil kompromi semua pihak, mulai dari buruh, pengusaha, hingga pemerintah. Sekarang ada kompromi baru lagi antara pemerintah, pengusaha, maupun buruh atau pekerja. Memang harus ada penyesuaian peraturan,” tutur ARB.

Yorrys Raweyai berpendapat, hadiah atau kado yang masih akan diberikan pemerintah, seperti peningkatan pendapatan tidak kena pajak (PTKP), pembangunan rumah sakit pekerja, rumah pekerja, dan lainnya, memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk dipenuhi.

“Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya bagi pekerja. Itu bukan kado istimewa untuk pekerja,” ujar politisi asal Partai Golkar ini.

Yorrys menambahkan, konstitusi mengamanatkan pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk pekerja dan buruh. Dengan demikian, kalaupun pemerintah mau menyediakan rumah murah dan fasilitas lainnya, itu menjadi kewajiban yang seharusnya memang dilakukan pemerintah. Justru bila melalaikan kewajibannya kepada pekerja, sama artinya pemerintah melanggar amanat konstitusi.

Dia lantas menyoroti masalah sistem kontrak dan alih daya (outsourcing) yang menjadi persoalan serius bagi kaum pekerja. Kenyataannya sistem kontrak dan outsourcing dilaksanakan layaknya perbudakan di era modern. Sumber berita baca
disini! Semoga bermanfaat.

Posted with AZNPage

Sutiyoso Gagal Jadi Capres Independen

Bagi mereka yang ingin maju jadi calon presiden dari jalur independen atau perseorangan terpaksa gigit jari. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan Fadjroel Rachman cs atas uji materi UU No.42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tersebut.

Bahkan anggota DPR dari Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi mengatakan di sini, bahkan dia mengajak gerakan pro demokrasi menghimpun dukungan rakyat untuk mengamandemen UUD 1945.

Persoalannya, kenapa harus menunggu sampai tahun 2014? Atau ini hanya sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu.

Putusan ini juga diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion). Dimana 3 orang hakim berpendapat MK seharusnya membuka peluang bagi capres independen.

Sutiyoso yang dimintai komentarnya juga mengaku merasa kecewa dengan putusan tersebut. Komentar selengkapnya bisa dilihat
di Kendari Pos Online

Harapan itu masih ada. Dan kita lihat langkah selanjutnya dari gerakan pro demokrasi di tanah air.



RUU Pornografi Cape’ Deh

RUU Pornografi yang disusun oleh pemerintah menggantikan RUU Anti Pornografi yang menimbulkan pro kontra dalam masyarakat bisa jadi akan mengalami nasib yang sama. Seperti kita tahu RUU tersebut justru memancing sentimen lokal dari beberapa daerah di tanah air.
Pro kontra yang mewarnai pembahasan RUU tersebut memang tidak lepas dari kemajemukan kita sebagai sebuah bangsa. Dimana setiap daerah mempunyai corak serta karakter budaya yang berbeda-beda. Tak bisa kita pungkiri bahwa negara kita terbentuk dari beraneka macam untaian budaya lokal yang sangat kaya. Dan ini adalah warisan yang harus kita jaga bersama.
Namun kenapa masih ada saja usaha dari orang-orang tertentu yang ingin memecah belah kita sebagai sebuah bangsa? Apakah tidak cukup lagi dengan yang kita alami sekarang. Dimana rasa nasionalisme kita semakin hari semakin luntur.
Secara hukum pun sudah jelas dan diatur tentang perbuatan asusila apakah itu belum cukup?
Kita tidak usah berpanjang-panjang lagi. Yang pasti soal moralitas bangsa tidak bisa kita ukur dari sekedar RUU tapi yang paling hakiki adalah kembali kepada sikap individu masing-masing. Benteng iman serta agama yang kokoh adalah modal kuat yang harus tetap dijaga. Bukan dengan mengorbankan ke Bhinekaan kita.
Sekali lagi kita akan melihat penyelesaian sesuatu masalah yang tidak jelas dan cenderung asal ngomong doang, kalau begini terus cape’ deh!