Tanda-tanda bakalan banyak orang yang stress pasca pileg mulai nampak. Mendekati hari H, hampir setiap hari ada-ada saja yang kelakuan “aneh” dari para caleg.
Kita tidak usah hitung mereka yang terkadang duduk termenung sambil menatap kosong entah memikirkan apa, sampai dengan bicara mencak-mencak tidak tahu mau marah sama siapa.
Tempat mereka melampiaskan kekesalan atau uneg-unegnya umumnya di warung-warung kopi. Otomatis para pemilik warkop harus extra hati-hati jika ingin melayani caleg seperti ini.
Inilah buah dari demokrasi yang kita bangun bersama. Dimana ruang untuk menyampaikan segala aspirasi terbuka begitu lebar. Namun nampaknya tingkat partisipasi politik masyarakat tidak dibarengi dengan sumber daya manusia yang memadai. Jadilah mereka seperti orang-orang kebingungan tanpa arah dan tujuan yang jelas dalam menyikapi demokratisasi yang sedang berlangsung sekarang
Namun bukan berarti kita harus mundur kebelakang lagi. Sebab dengan demokrasi yang sedang kita jalankan sekarang masih lebih baik dibandingkan dengan sistim otoriter.
Hanya saja kita sebagai elemen pendukung gerakan demokrasi harus tetap waspada dari upaya-upaya pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan kebangkitan demokrasi di tanah air.
Salah satunya adalah dengan tetap aktif mengawal serta memberi kontribusi kepada pemerintah sehingga demokrasi tetap berada pada jalur yang semestinya.
Kembali pada soal caleg yang stress, pemerintah selayaknya memberi perhatian serius. Indikasinya adalah begitu minimnya wawasan para caleg tersebut sehingga mereka berlomba-lomba masuk parlemen semata-mata untuk perbaikan perbaikan nasib doang. Sama halnya dalam pola rekrutmen dan penempatan person dalam jabatan-jabatan politis. Hal ini masih sangat kental nuansa euforia dari partai-partai.
Apapun konsekuensinya sepanjang tidak “membahayakan” demokrasi itu sendiri tidaklah menjadi soal. Justru dengan bunga-bunga demokrasi tersebut semakin menambah indah keberagaman bangsa kita tercinta, Indonesia.