Fenomena Runtuhnya Hegemoni Partai

Mencermati perkembangan partai-partai politik jelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden sangat menarik. Mulai dari konstelasi politik di tingkat paling bawah hingga ke atas terkadang membuat kejutan-kejutan. Dan yang paling banyak menyita perhatian kita adalah kekalahan partai-partai besar yang nota bene telah lama berkiprah oleh partai yang relatif masih kurang jam terbangnya. Dalam beberapa pilkada yang digelar, partai sebesar golkar bahkan harus rela mengakui kekalahannya dari partai-partai kecil.

Tarik menarik di internal partai yang terkadang lebih banyak membuang-buang energi membuat partai ngos-ngosan pada detik-detik terakhir. Konsolidasi ditingkat bawah juga sangat rentan dengan semakin kritisnya para konstituen yang didukung dengan perangkat perundang-undangangan politik. Salah satu contoh nyata adalah mekanisme perekrutan calon oleh partai-partai yang berputar hanya pada isu siapa yang diusung. Padahal seyogyanya lebih arif dan bijaksana kalau seandainya model perekrutan calon lebih dominan mengangkat materi atau dengan kata lain apa yang akan dijual oleh sang kandidat tersebut. 

Kondisi ini sebenarnya sangat merugikan partai-partai yang sudah lama alias mempunyai dukungan massa jelas dan ideologi kuat. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa produk perundang-perundangan yang dibuat sendiri akan menjadi bumerang. Fenomena kekalahan partai-partai besar tersebut adalah indikasi akan adanya degradasi kepercayaan konstituen terhadap kemandirian partai. Runtuhnya hegemoni partai diikuti pula dengan ideologi partai yang tidak jelas. Orientasi elit hanya sebatas kebutuhan jangka pendek saja. Kader sebagai elemen utama partai kehilangan rohnya dan beralih menjadi kader spekulan yang semata-mata berorientasi ekonomi.

Lihatlah pola rekruitmen partai untuk calon legislatif mendatang. Belum satupun partai yang mampu menerapkan pola rekruitmen yang berdasar pada penguatan kader dan partai itu sendiri. Kenapa misalnya, seorang kader partai karena hanya persoalan nomor urut tiba-tiba saja memutuskan untuk pindah partai. Dan bukan sesuatu yang aneh jika seseorang yang begitu menggebu-gebu membela partainya tiba-tiba berubah menjadi musuh utama partainya sendiri.

Pengeroposan partai membuka peluang berkembangnya parasit-parasit yang menganggu pertumbuhan demokrasi. Untuk itu partai sebagai pilar utama demokrasi harus segera berbenah diri. Penguatan kader, militansi kader serta orientasi kader adalah hal penting. Jangan menjadikan kader sebagai lahan eksploitasi tapi bentuklah kader partai yang mampu membawa perubahan serta harapan yang lebih baik lagi dimasa-masa yang akan datang.

 

Tinggalkan komentar