Mbah Maridjan, Bencana dan Korupsi

Mbah Maridjan juru kunci Gunung Merapi menjadi sangat terkenal ketika beliau bersikeras untuk tetap tinggal dirumahnya walau sudah diingatkan bahaya letusan Merapi. Dengan dalih sebagai penjaga merapi, keteguhan serta keyakinan justru harus ditukar dengan nyawanya.

Kematian sosok yang menjadi bintang iklan jamu obat kuat ini menjadi pembicaraan hangat. Selama ini, sikap “bandel” yang. diperlihatkan dianggap sebagai aksi penentangan terhadap pemerintah (penguasa). Walhasil, aksi yang pada jaman Orba sudah pasti diamankan justru mendapat simpati luar biasa dari masyarakat.

Maridjan dianggap sebagai tokoh yang bisa melindungi mereka dari pengaruh jahat merapi sekaligus tangan-tangan jahat dari penguasa (pemerintah). Masyarakat khususnya disekitar Merapi merasa aman jika Maridjan tetap berada di sekitar mereka.

Meski aksi ini sangat disayangkan oleh pemerintah karena bisa berakibat fatal. Jatuhnya korban yang berada di sekitar rumah Mbah Maridjan menjadi contoh betapa sikap keras berbuah korban yang sia-sia.

Sebenarnya tidak semua korban adalah pengikut setia Maridjan namun dibalik kejadian ini sebenarnya tersimpan hikmah yang bisa menjadi bahan koreksi buat penguasa. Selama ini masyarakat bukan tidak patuh terhadap pemerintahnya melainkan hilangnya kepercayaan membuat mereka berpaling kepada sosok yang dianggap bisa melawan segala bentuk ketidakadilan dan korupsi yang semakin ganas.

Aksi nekat masyarakat dengan menempuh resiko kembali kerumah-rumah mereka adalah cerminan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah tidak lagi dilandasi dengan kepercayaan.

Korupsi dana bantuan bencana, anggaran relokasi dan pengungsi sudah bukan rahasia lagi di jaman sekarang. Bagi masyarakat mereka hanya bisa pasrah dan menerima nasib. Bencana berarti kiamat. Jadi sangatlah wajar jika mereka berani menempuh resiko sebesar apapun demi untuk menyelamatkan harta bendanya.

Koordinasi bantuan dan relokasi yang amburadul menyebabkan rawan dikorupsi. Makin banyak relawan dengan beragam atribut justru membuat pemerintah semakin lamban dalam mengambil keputusan dan upaya penyelamatan korban. Akhirnya meskipun aliran bantuan datang dari segala penjuru toh masih saja tetap kekurangan.

Intinya adalah, pekerjaan akan menjadi sia-sia jika kita selalu berkoar-koar untuk membela rakyat tetapi prakteknya justru mencekik rakyat. Rakyat sudah tidak bisa dibohongi lagi. Sekali tidak percaya seumur hidup dicap pembohong. Tugas pemimpin mengembalikan kepercayaan itu.

Bencana Datang Elit Meradang

Bencana datang silih berganti menimpa bangsa ini. Jeritan anak-anak bangsa yang mencoba bertahan dari terpaan cobaan. Pemerintah dan segenap relawan kemanusiaan diturunkan untuk membantu sesama yang tertimpa musibah.

Tsunami di Mentawai dan Letusan Gunung Merapi membuat kita terhenyak dari kursi santai. Betapa saudara-saudara kita disana berjuang hidup dan mati. Betapa banyak korban jiwa dan harta. Semua serba memilukan dan memiriskan.

Sorotan demi sorotan yang dialamatkan kepada pemerintah. Tudingan atas kelambatan menangani bencana menjadi biang kerok perdebatan dewasa ini. Ujung-ujungnya selalu bermuara pada sikap dan karakteristik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Lebih serunya lagi, semua kejadian alam disertai dengan bencana ini selalu dikaitkan dengan “kesialan” sang pemimpin. Takhayul murahan ini justru lebih rame diperdebatkan dibandingkan dengan aksi langsung turun membantu korban bencana.

Selebihnya kita semua sudah bisa menebak. Membanding-bandingkan sosok JK dengan tagline “lebih cepat lebih baik” dengan karakteristik SBY yang sering diplesetkan Susislow Bimbang Youdontknow.

Sikap para politisi serta elit justru disibukkan dengan persoalan sepele. Masing-masing mengklaim telah melakukan hal yang benar dan tepat dalam menangani bencana. Korban bencana hanya bisa melongo heran melihat para elit sibuk berdebat dan meradang

Lantas kenapa kita masih harus berkutat dengan persoalan siapa benar dan salah. Sedangkan jelas-jelas dilapangan para korban sangat membutuhkan uluran tangan dari para dermawan. Kenapa kita harus bersitegang dengan pernyataan bodoh seorang wakil rakyat. Apakah dengan semua itu persoalan bencana bisa diselesaikan?

Bagi para elit sekarang saatnya membuktikan semua janji-janji manis kepada rakyat. Janji sebagai partainya rakyat kecil buktikan dengan turun langsung membantu para korban. Janji sebagai partai pelindung dan pengayom masyarakat, ayo penuhi dengan bertatap muka langsung dengan para korban. Janganlah energi bangsa ini terbuang percuma dengan mengurus hal yang tidak ada manfaatnya.

Kalau semua energi bangsa kita satupadukan tentu sangat membantu para saudara-saudara kita yang terkena bencana. Kalaupun belum bisa penuhi janji-janji di atas, mencoba berdiam diri dari mengeyampingkan untuk sementara semua hal yang berbau politis adalah langkah yang sangat bijaksana.